8 Cara Stoikisme ala Marissa Anita Bantu Hadapi Stres dan Tekanan Hidup

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah tekanan hidup modern, stres dan kecemasan menjadi teman yang tak diundang bagi banyak orang. Jurnalis sekaligus aktris, Marissa Anita, membagikan bagaimana filosofi stoikisme bisa menjadi 'penyelamat mental' sehari-hari dalam episode kanal YouTube Greatmind berjudul On Marissa’s Mind: Stoikisme, Filosofi Anti Cemas – Bagian 2 yang diunggah pada 8 Mei 2021.

"Stoikisme adalah kerangka berpikir dalam hidup yang sangat berguna, terutama ketika menghadapi situasi yang sangat menantang atau stres, kecemasan, atau amarah," ujar Marissa.

Baginya, pola pikir stoik membantu manusia tetap jernih dan menghindari stres berlebih. Bahkan, prinsip ini menjadi dasar terapi kognitif perilaku yang sering digunakan dalam penanganan depresi dan kecemasan.

1. Fokus pada Hal yang Bisa Dikendalikan

Stoikisme mengajarkan membedakan hal-hal yang bisa diubah dan yang berada di luar kendali. Kekhawatiran pada hal eksternal hanya menambah beban mental. Contohnya, cuaca buruk yang menunda penerbangan tidak bisa diubah dengan amarah. Energi lebih baik diarahkan pada tindakan yang bisa dikontrol.

Setelah menyadari batas kendali, langkah berikutnya adalah bertindak. Stoikisme bukan soal pasif, melainkan mengambil tindakan yang sejalan dengan nilai dan tujuan hidup.

3. Hidup dengan Kebajikan

Kebajikan seperti keberanian, moderasi, keadilan, dan kebijaksanaan menjadi pedoman utama stoikisme. "Stoics bukan automatons tanpa emosi. Mereka berpikir kehidupan yang baik adalah yang menghadirkan sukacita dan ketenangan daripada kemarahan atau kecemasan," kata Associate Professor of Philosophy di Fordham University, Brian Johnson.

Ego dipandang sebagai keyakinan berlebihan terhadap pentingnya diri sendiri. Sikap ini dapat menghalangi kerja sama, kreativitas, dan perkembangan diri. Dengan 'melakukan kebalikan dari dorongan ego', seseorang belajar merendahkan hati dan bekerja tanpa bergantung pada pengakuan.

5. Tidak Merasa Berhak atas Segalanya

Stoikisme mengajarkan seseorang boleh memiliki tujuan dan berusaha keras, tapi tidak berhak menuntut hasil tertentu. Banyak variabel berada di luar kendali, sehingga usaha tidak selalu berujung pada keberhasilan.

Stoikisme mengajak seseorang mengendalikan impuls, berlaku benar meski sulit, dan memperkuat kemauan. Dalam menghadapi kegagalan atau tragedi, hambatan dipandang sebagai peluang untuk tumbuh. 

7. Memilih dalam Merespons Sesuatu

Reaksi bukan berasal dari peristiwa, tapi dari penilaian terhadap peristiwa tersebut. Dengan menyadari jeda antara stimulus dan respons, seseorang dapat memilih tindakan yang lebih tenang dan rasional.

8. Bersyukur pada Hal-Hal Sederhana

Stoikisme menekankan pentingnya menghargai hal-hal yang sudah dimiliki. Latihan seperti membayangkan kehilangan atau merasakan sedikit ketidaknyamanan membuat seseorang lebih sadar akan kenyamanan sehari-hari. Mengingat kematian juga mendorong seseorang hidup lebih baik.