
PROGRAM nasional Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sudah menelan korban keracunan lebih dari 5.000 siswa seharusnya masuk kategori gawat darurat. Karena itu, solusinya perlu ada evaluasi total dan reformasi besar-besaran terhadap para penyelenggaranya.
"Kasus keracunan massal ini jangan dianggap sepele. Harus ada respons cepat, tegas dan keras terhadap para penyelenggara MBG,” kata Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA Toto Izul Fatah, di Jakarta, Kamis (25/9).
Menurut Toto, jika tidak dilakukan evaluasi, bakal berefek psikologis kepada para orang tua yang sekarang mulai khawatir kepada anak-anaknya untuk mengonsumsi makan bergizi gratis ini. Di beberapa daerah, banyak ibu meragukan keamanan serta kelayakan MBG untuk dikonsumsi anak-anak mereka di sekolah.
Meski begitu, Toto berpendapat, program tersebut harus tetap berjalan dengan evaluasi total dan reformasi besar pada para penyelenggaranya. “Buat saya, darurat MBG yes, tapi stop program MBG no,” tegasnya. Dalam pandangan Toto, program MBG merupakan taruhan dari separuh nyawa politik Prabowo. Jika program ini gagal, separuh dari nyawa politiknya akan hilang. Sebaliknya, jika ini sukses, Prabowo memiliki legacy yang akan dikenang sepanjang hayat negeri ini.
Karena itu, menurut Toto, tidak ada alasan untuk menghentikan program MBG tersebut. Ini adalah program mulia dari Presiden Prabowo, utamanya dalam mengatasi kesenjangan gizi para siswa. Presiden ingin seluruh anak Indonesia mendapat asupan giizi yang baik menuju bangsa Indonesia ke depan yang sehat dan cerdas.
Masalah besar yang harus segera diatasi, kata Toto, adalah pembenahan besar-besaran melalui evaluasi dan reformasi total. Penyelenggara yang dianggap tidak berkompeten atau gagal, suka atau tidak harus diganti.
Dalam penelitian dan pengamatan Toto di lapangan selama ini, temuan sudah cukup jelas, bahwa tidak seluruh dapur menggunakan standar yang ditentukan. Mungkin lebih dari 70% dapur MBG dibangun asal ada, tanpa mempertimbangkan kualitas keamanan dan kelayakan.
Toto mengutip data yang dirilis Kepala Staf Presiden (KSP) Muhamad Qodari. Ada sekitar 8.549 dapur tidak memiliki Sertifikat Laik Higien dan Sanitasi (SLHS) yang harus dimiliki Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Dari jumlah itu hanya 34 SPPG yang memiliki SLHS hingga 22 September 2025.
Data lainnya, terang Toto, dari 1.379 SPPG, hanya 423 yang memiliki prosedur operasi standar (SOP) keamanan pangan. Bahkan hanya 312 yang benar-benar menerapkan SOP tersebut.
Dari data dan fakta itu, Toto memastikan terdapat program pengawasan dari penyelenggaran yang tidak berjalan, sehingga banyak SPPG yang tidak mematuhi SOP tersebut.
“Ini jelas sebuah kelalaian. Meski saya tahu, BGN pasti punya problem SDM terbatas untuk memaksimalkan pengawasan tersebut. Tapi, itu bukan menjadi pembenaran yang mentoleransi terjadinya keracunan massal. Mana sikap tegas penyelenggara?,” katanya.
Dalam konteks itulah, Toto merasa perlu mengingatkan kemungkinan ada tangan-tangan jahil yang bermain dalam program ini. Tujuannya, untuk mengotori misi Presiden Prabowo agar citranya rusak lewat program ini.
“Menurut saya, tinggal lihat saja, siapa di lapangan yang memberikan kebebasan serta keleluasaan kepada vendor untuk membangun dapur yang tidak memenuhi standar, alias asal-asalan. Mungkin itulah orang-orang yang disebut bertangan jahil tersebut,” pungkasnya. (H-2)