Diabetes dan Gaya Hidup Urban, Ini Cara Mengurangi Dampak Makanan Cepat Saji

Liputan6.com, Jakarta - Kasus diabetes tipe 2 terus meningkat di Asia-Pasifik (APAC), dan Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah penderita tertinggi. Data International Diabetes Federation (IDF) 2024 mencatat sekitar 20,4 juta orang hidup dengan diabetes di Indonesia, dengan prevalensi 11,3 persen. Salah satu faktor risiko utama yang dapat dimodifikasi adalah obesitas, yang erat kaitannya dengan konsumsi makanan cepat saji dan gaya hidup urban.

Director, Research Development and Scientific Affairs, Asia Pacific, Herbalife, Dr. Alex Teo, menyebut, gaya hidup urban yang padat, penuh stres, dan minim gerak meningkatkan risiko diabetes. "Jam kerja panjang dan mudahnya akses ke makanan cepat saji sering membuat orang memilih camilan manis sebagai solusi cepat untuk mengurangi stres. Akibatnya, berat badan naik dan risiko diabetes tipe 2 meningkat," kata Theo.

Fenomena ini juga terlihat pada anak-anak. Peningkatan kasus anak kelebihan berat badan menjadi pondasi masalah kesehatan sepanjang hidup, termasuk resistensi insulin dan diabetes tipe 2. Bahkan, beberapa orang dengan berat badan normal bisa memiliki lemak tubuh berlebih, kondisi yang dikenal sebagai TOFI (thin outside, fat inside). Kondisi ini umum di kalangan Asia dan individu dengan pola makan kurang protein serta gaya hidup sedentari.

Nutrisi menjadi kunci pencegahan dan pengelolaan diabetes. Makanan dengan indeks glikemik tinggi, seperti roti putih dan camilan manis, dapat memicu lonjakan gula darah yang berulang. Minuman manis, termasuk bubble tea, menambah kalori dan GI tinggi sehingga memperburuk obesitas dan kontrol gula darah.

"Fokus pada makanan utuh dan kaya nutrisi sambil meminimalkan makanan olahan membantu mengelola diabetes dan memperkuat fungsi metabolik tubuh," ujar Teo. Pilihan seperti gandum utuh, buah, dan sayuran tidak hanya menstabilkan gula darah, tetapi juga menambah rasa kenyang dan mendukung pencernaan.

Nutrisi tambahan seperti protein, omega-3, dan magnesium berperan penting dalam manajemen berat badan dan kesehatan metabolik. Protein meningkatkan rasa kenyang dan metabolisme, omega-3 dari ikan seperti salmon mengurangi peradangan dan meningkatkan sensitivitas insulin, sementara magnesium mendukung fungsi insulin, mengatur gula darah, dan menjaga tekanan darah tetap sehat.

Selain makan cermat, gaya hidup aktif sangat penting. 150 menit olahraga sedang per minggu dapat membantu mengatur berat badan dan meningkatkan sensitivitas insulin. Bagi mereka yang sibuk, alternatif sederhana seperti yoga di meja kerja atau jalan singkat sebelum dan sesudah makan tetap berdampak signifikan.

Kurang tidur dan stres kronis juga meningkatkan risiko diabetes. Teknik pengurangan stres, seperti meditasi dan pernapasan dalam, membantu menyeimbangkan hormon stres dan mendukung metabolisme yang sehat.

"Menjaga kesehatan bisa terasa sulit di tengah kesibukan. Namun, penyesuaian kecil dan konsisten pada kebiasaan sehari-hari, dikombinasikan dengan perawatan preventif dan deteksi dini, dapat mengurangi risiko diabetes secara signifikan," pungkas Dr. Alex Teo.