
KETUA Komnas Haji Mustolih Siradj mengatakan bahwa penyelenggaraan ibadah haji tahun 2026 memiliki tantangan besar, terutama setelah adanya transformasi kelembagaan dari Badan Pengelola (BP) Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah.
Hal itu terjadi usai revisi ketiga Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah disahkan dalam rapat paripurna DPR.
"Setelah diparipurnakan revisi ketiga Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, maka tugas penyelenggara ibadah haji berpindah dari Kementerian Agama ke Kementerian Haji dan Umrah. Demikian pula dengan BP Haji yang bertransformasi dari badan menjadi kementerian," kata Mustolih saat dihubungi, Jumat (5/9).
Menurutnya, sejumlah pekerjaan rumah (PR) mendesak harus segera disiapkan. Persiapan penyelenggaraan haji 2026 bahkan sudah berjalan sejak Juli 2025, seiring agenda yang ditetapkan pemerintah Arab Saudi. Hal itu mencakup kontrak-kontrak layanan di kawasan puncak pelaksanaan haji (masyair) yaitu Arafah, Mina, dan Muzdalifah.
Mustolih menekankan bahwa ada dua aspek penting yang perlu dipersiapkan, yakni persiapan di dalam negeri dan persiapan yang menyesuaikan tahapan yang ditetapkan Saudi.
"Yang pertama mempersiapkan rekrutmen petugas, kemudian yang cukup krusial adalah transformasi kelembagaan. SDM di Kementerian Haji dan Umrah harus segera ditetapkan, termasuk menterinya. Ini butuh waktu dan prosedur," jelasnya.
Ia juga menyoroti perlunya segera diterbitkan aturan turunan berupa peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (Perpres).
"Ini berkejaran dengan waktu. Belum lagi nanti bagaimana sistem kerja Kementerian Haji, koordinasi dengan daerah, hingga penyiapan anggaran. Untuk operasional kementerian memang dibutuhkan dana, sementara penyelenggaraan haji menggunakan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH)," ujarnya.
Tim Transisi dan Diplomasi Kuota Haji
Mustolih menyarankan pembentukan tim transisi yang melibatkan Kementerian Haji dan Umrah bersama Kementerian Agama. Tim ini dinilai penting karena penyelenggaraan haji membutuhkan sinergi lintas kementerian.
Lebih lanjut, Mustolih juga mengingatkan soal diplomasi kuota haji Indonesia yang hingga kini belum ditetapkan oleh Pemerintah Saudi.
"Berapa sesungguhnya kuota yang akan diberikan kepada negara kita, ini butuh langkah diplomasi. Belum lagi kontrak-kontrak hotel dan layanan lainnya. Saudi tidak peduli dengan dinamika politik di negara kita, mereka sudah punya agenda tetap sebagai tuan rumah," ucapnya.
Untuk menjamin keberlanjutan, Mustolih mengusulkan agar Kepala dan Wakil Kepala BP Haji yang selama ini menyiapkan sistem transisi bisa dipercaya menjadi Menteri dan Wakil Menteri Haji dan Umrah.
“Mereka sudah bekerja cukup lama menyiapkan peralihan dari Kementerian Agama ke BP Haji dan kini menjadi Kementerian. Maka sebaiknya mereka diberi kepercayaan agar kesinambungan bisa terjaga,” ungkapnya.
Mustolih pun berharap Presiden segera menandatangani undang-undang hasil revisi dan menetapkan Menteri Haji dan Umrah.
"Kementerian Haji harus mendapat perhatian lebih dari Presiden, mengingat waktu persiapan semakin sempit sementara tuntutan penyelenggaraan di Arab Saudi terus berjalan," pungkasnya.
Sementara itu, saat dihubungi terpisah, pihak BP Haji belum memberikan respons terkait kesiapan penyelenggaraan Haji 2026 tersebut. (Fik/M-3)