Beijing (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China menegaskan Tiongkok tetap mendukung Deklarasi Kuala Lumpur sebagai perjanjian damai antara Thailand dan Kamboja, meski Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dilaporkan tak ingin ada pejabat Negeri Tirai Bambu itu hadir.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri (Menlu) Malaysia Mohamad Hasan mengumumkan Presiden AS Donald Trump akan ikut memfasilitasi penandatanganan perjanjian perdamaian Deklarasi Kuala Lumpur antara Thailand dan Kamboja di Kuala Lumpur pada 26 Oktober 2025 pada sela-sela KTT ASEAN.
"China mendukung Kamboja dan Thailand dalam menangani dan menyelesaikan sengketa perbatasan dengan baik melalui dialog dan konsultasi, serta mendukung Malaysia dalam menjalankan perannya sebagai ketua bergilir ASEAN," kata Juru Bicara Kemlu China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing Jumat (17/10).
Media asal AS memberitakan Trump meminta agar pejabat dari China tidak menghadiri acara kesepakatan tersebut, meski sesungguhnya China dan Malaysia juga memainkan peran penting dalam negosiasi gencatan senjata antara Thailand dan Kamboja.
KTT ke-47 ASEAN dijadwalkan berlangsung di Kuala Lumpur pada 26-28 Oktober 2025 yang akan mempertemukan para kepala negara dari 10 negara Asia Tenggara dan mitra dialog lainnya, seperti China, Jepang, dan AS.
Baca juga: Anwar Ibrahim dorong dialog redakan tensi Thailand-Kamboja
Trump disebut sangat antusias menantikan terwujudnya perjanjian tersebut.
"Kamboja dan Thailand adalah dan akan selalu menjadi tetangga satu sama lain. China berharap Kamboja dan Thailand akan terlibat dalam konsultasi yang setara dalam semangat saling pengertian dan akomodasi, serta bekerja sama untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua negara," ucap Lin Jian.
Sejak konflik dimulai, China telah secara aktif mendorong perundingan untuk meredakan konflik dengan caranya sendiri.
"China telah dan akan terus memainkan peran konstruktif untuk membangun kembali kepercayaan, memperkuat gencatan senjata, dan menyelesaikan sengketa antara Kamboja dan Thailand secara damai," ungkap Lin Jian.
Baca juga: Kamboja minta intervensi ASEAN hentikan ketegangan dengan Thailand
Perjanjian tersebut disepakati sebagai solusi dari konflik di wilayah perbatasan Thailand dan Kamboja.
Ketegangan di perbatasan sepanjang 800 km antara Thailand dan Kamboja yang meningkat menjadi konfrontasi bersenjata pada 24 Juli 2025.
Setelah bentrokan di wilayah perbatasan, kedua belah pihak terlibat dalam baku tembak yang sudah menewaskan setidaknya 40 orang serta sekitar 300.000 penduduk kedua negara terpaksa mengungsi.
Kamboja menggunakan sistem peluncur roket ganda Grad, termasuk terhadap sasaran sipil di wilayah Thailand, sementara Thailand melancarkan serangan udara terhadap posisi militer Kamboja. Kedua belah pihak melaporkan adanya korban, termasuk warga sipil.
Baca juga: ASEAN siapkan tim pengamat tambahan gencatan senjata Thailand-Kamboja
Ketegangan juga berlanjut ke elit politik. Saat itu PM Thailand Paetongtarn Shinawatra menelepon Ketua Presidium Senat Kamboja Hun Sen secara informal. Hun Sen kemudian menyebarluaskan pembicaraan itu dalam akun Facebook miliknya.
Paetongtarn memanggil Hun Sen dengan sebutan paman dalam pembicaraan telepon tersebut, karena Paetongtarn adalah putri dari mantan PM Thailand 2001-2006 Thaksin Shinawatra yang merupakan teman dekat Hun Sen.
Namun dalam rekaman itu, Paetongtarn terkesan membela Hun Sen. Bahkan terdapat momen ia membentak salah seorang jenderal militer Thailand sehingga Paetongtarn dianggap merendahkan wibawa negara dan militer Thailand dan berakhir dengan pemakzulan oleh parlemen Thailand.
Kemudian pada 28 Juli 2025 Thailand dan Kamboja mengumumkan kesepakatan gencatan senjata segera setelah pertemuan antara Penjabat Perdana Menteri (PM) Thailand Phumtham Wechayachai dan PM Kamboja Hun Manet yang dimediasi oleh Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di Kuala Lumpur.
Baca juga: Komite perbatasan Kamboja-Thailand sepakat jaga perdamaian
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.