Liputan6.com, Jakarta Bocah Sukabumi yang meninggal usai cacingan, Raya, ramai jadi perbincangan. Kepergiannya membawa duka di tengah masyarakat yang membaca kisahnya.
Pada Rabu, 20 Agustus 2025, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membahas terkait kusta dan cacingan. Hadir dalam acara tersebut, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes), Dante Saksono Harbuwono. Namun, saat ditanya terkait kasus Raya di Sukabumi, Dante belum dapat memberi keterangan.
“Kita omongin nanti ya,” ujar Dante kepada wartawan usai acara tersebut di Kantor Kementerian Kesehatan di kawasan Kuningan, Jakarta.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Penyakit Menular Kemenkes, Ina Agustina Isturini, menyampaikan bahwa dalam kasus Raya, cacing yang menjadi penyebab cacingan adalah cacing gelang (ascariasis).
“Ya cacing ascariasis yang biasanya ada di tanah," tutur Ina.
Ina menturkan bahwa dinas kesehatan setempat sudah memberikan upaya penanganan untuk mengatasi kondisi Raya semasa hidup.
"Nah ini memang dinas kesehatan juga sudah memberikan pengobatan, sudah melakukan penanganan, dan kita sendiri berupaya pencegahan ya,” kata Ina.
Pencegahan cacingan menurut Ina dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan, contohnya selalu mencuci tangan sebelum makan.
Sementara, program pemberian obat cacing hingga kini masih berjalan setahun dua kali alias enam bulan satu kali.
“Cacingan diobati, namun kalau tidak menjaga pola hidup bersih dan sehat ya bisa kena lagi. Jadi, saya berharap meskipun sudah minum obat, tidak berarti terus nanti bisa main tanah, nanti cacingan lagi. Jadi perlu dicatat oleh masyarakat semua, setelah minum obat pun tetap harus jaga perilaku hidup bersih dan sehat,” imbaunya.
Seorang balita di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, meninggal dunia dalam kondisi memilukan. Tubuh mungilnya diduga dipenuhi cacing parasit. Kisah tragis ini membuat Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, geram. Dalam momentum peringatan HUT ke-80 Provinsi...
Mengenal Kecacingan
Dalam keterangan lain, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI sekaligus mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama, menjelaskan bahwa kecacingan merupakan penyakit akibat infeksi parasit.
"Di antaranya cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang seperti Necator americanus serta Ancylostoma duodenale. Selain itu, ada juga Strongyloides stercoralis dan jenis lainnya," kata Prof. Tjandra kepada Health Liputan6.com melalui aplikasi pesan singkat.
Dia, menambahkan, penularan biasanya terjadi melalui telur cacing yang terdapat pada tinja, lalu mencemari tanah di daerah dengan sanitasi buruk.
"Telur cacing ini bisa masuk ke tubuh anak-anak yang bermain di tanah terkontaminasi, kemudian memasukkan tangan ke mulut tanpa mencuci tangan. Penularan juga bisa lewat air yang tercemar," ujarnya.
Menurut Prof. Tjandra, anak yang terinfeksi cacing umumnya memiliki masalah gizi dan kondisi fisik yang lemah. "Itulah sebabnya kecacingan sering menyerang kelompok rentan," katanya.
Lebih lanjut, Prof. Tjandra menyebut WHO telah menetapkan empat pendekatan utama dalam penanganan kecacingan:
- Konsumsi obat cacing secara berkala.
- Penyuluhan kesehatan untuk masyarakat.
- Perbaikan sanitasi lingkungan.
- Pemberian obat yang aman dan efektif bila penyakit sudah terjadi.
Cara Cacing Masuk ke Tubuh
Sementara, Ahli Parasitologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. dr. Saleha Sungkar, MS, Sp.Par.K menjelaskan bahwa cacingan bisa menyerang semua usia. Namun, kasus paling sering ditemukan pada anak-anak usia TK dan SD.
Menurut Prof. Saleha, cacing gelang (Ascaris lumbricoides) hidup di rongga usus. Cacing betina bertelur, dan telur ini dikeluarkan bersama feses saat anak buang air besar (BAB).
"Kalau BAB di toilet, telur cacing akan masuk ke septik tank dan mati. Tapi, jika BAB di tanah, telur bisa menetas dan berkembang menjadi larva dalam waktu sekitar tiga minggu," kata Prof. Saleha kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat, Rabu, 20 Agustus 2025.
Apa Saja Faktor Penyebab Cacingan?
Jika anak bermain di tanah dan telur menempel di tangan, lalu memegang makanan, telur bisa ikut tertelan. Sesampainya di usus halus, telur menetas menjadi larva, menembus dinding usus, masuk ke pembuluh darah atau saluran limfe, kemudian mengalir ke jantung, paru-paru, dan akhirnya kembali ke usus halus.
"Di sana, larva berkembang menjadi cacing dewasa dalam waktu dua sampai tiga bulan," ujarnya.
Beberapa kebiasaan dapat meningkatkan risiko cacingan, antara lain:
- BAB sembarangan, misalnya di kebun, got, atau halaman rumah.
- Tidak mencuci tangan setelah bermain tanah, sebelum makan, atau sesudah BAB.
- Makanan tidak ditutup rapat sehingga mudah dihinggapi lalat, yang bisa menularkan telur cacing dari feses ke makanan.
Cara Pencegahan dan Penanganan
Penanganan cacingan cukup sederhana, yaitu:
- Minum obat cacing setiap 6 bulan (albendazol 1 tablet atau pirantel pamoat).
- Memberikan edukasi kepada anak untuk tidak BAB sembarangan.
- Mencuci tangan dengan benar setelah memegang tanah, sebelum makan, dan sesudah BAB.
- Menjaga kebersihan makanan dengan menutup rapat agar tidak dihinggapi lalat.
Dengan langkah-langkah pencegahan ini, risiko cacingan pada anak dapat diminimalkan dan kesehatan mereka lebih terjaga.