
PRESIDEN Rusia Vladimir Putin memperingatkan setiap pasukan Barat yang ditempatkan di Ukraina akan menjadi target sah bagi militer Moskow. Ancaman itu disampaikan Putin pada Jumat (5/9) di Vladivostok, sehari setelah negara-negara sekutu Kyiv mengumumkan rencana pengerahan pasukan dalam rangkaian kesepakatan perdamaian.
Pada Kamis lalu, sebanyak 26 negara yang dipimpin Prancis dan Inggris menyatakan komitmen untuk membentuk pasukan penjamin keamanan yang akan ditempatkan di darat, laut, maupun udara. Kehadiran pasukan itu dimaksudkan untuk mengawal setiap perjanjian penghentian perang yang telah berlangsung sejak invasi Rusia pada Februari 2022. Putin menilai langkah semacam itu justru bisa memperburuk keadaan.
“Jika ada pasukan yang muncul di sana, terutama sekarang saat pertempuran masih berlangsung, kami berasumsi bahwa mereka akan menjadi target sah,” katanya.
Dia juga menuding keterlibatan militer Barat sebagai salah satu akar penyebab perang di Ukraina.
Bagi Kyiv, jaminan keamanan dengan dukungan kehadiran pasukan asing dianggap mutlak agar Rusia tidak kembali melancarkan serangan di masa depan.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan ada 26 negara yang secara resmi berkomitmen, beberapa lainnya masih menimbang, untuk mengirim pasukan sebagai pasukan penjamin.
Pernyataan itu disampaikan Macron bersama Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang menyambut positif langkah sekutu.
Meski demikian, Putin menilai pengerahan pasukan Barat tidak diperlukan jika tercapai kesepakatan perdamaian.
“Jika keputusan dicapai yang membawa pada perdamaian jangka panjang, saya sama sekali tidak melihat alasan kehadiran mereka di Ukraina. Karena jika kesepakatan itu ada, jangan ragu bahwa Rusia akan mematuhinya sepenuhnya,” kata Putin.
Namun, keraguan mendalam masih mengemuka. Ukraina dan negara-negara Barat mengingatkan bahwa Rusia memiliki sejarah panjang melanggar perjanjian, termasuk Memorandum Budapest 1994 yang menjamin kedaulatan Ukraina setelah melepas senjata nuklir.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump memaksa kedua pihak kembali ke meja perundingan, meski sejauh ini hanya menghasilkan pertukaran tawanan tanpa kemajuan berarti. Rusia tetap bersikukuh pada tuntutannya, termasuk agar Ukraina menyerahkan lebih banyak wilayah dan memutus hubungan dengan Barat. Sementara itu, Kyiv menolak syarat tersebut.
Di sisi lain, keterlibatan AS dalam rencana pasukan penjaga perdamaian tersebut juga belum jelas. Perpecahan juga terlihat dalam koalisi negara Eropa. Pasalnya, Kanselir Jerman Friedrich Merz mendesak tekanan lebih besar kepada Moskow tetapi tetap berhati-hati terkait keterlibatan langsung. (AFP/I-1)