Liputan6.com, Jakarta - Gerakan besar datang dari dunia sinema internasional. Lebih dari 1.200 seniman di industri film dan TV bersatu menyuarakan sikap. Dari sutradara hingga aktor peraih Piala Oscar menandatangani petisi pada Senin (8/9/2025) untuk boikot Israel dengan tidak bekerja sama dengan lembaga film Israel.
Variety pada Senin (8/9/2025) mengabarkan, langkah ini diambil sebagai bentuk protes keras terhadap apa yang mereka sebut sebagai "keterlibatan dalam genosida dan apartheid terhadap rakyat Palestina."
Daftar penanda tangan mencakup nama-nama besar seperti sutradara Yorgos Lanthimos, Ava DuVernay, Emma Stone, Olivia Colman, Mark Ruffalo, Ayo Edebiri, Tilda Swinton, hingga bintang film Skyfall, Javier Bardem.
"Sebagian besar perusahaan produksi dan distribusi film Israel, agen penjualan, bioskop, dan lembaga film lain tidak pernah mendukung hak-hak penuh rakyat Palestina yang diakui secara internasional," kata perwakilan Film Workers for Palestine dalam pernyataan sikapnya.
Pernyataan ini dipublikasikan organisasi Film Workers for Palestine melalui akun Instagram @filmworkers4palestine. Mereka menyatakan tiap bentuk kerja sama dengan institusi yang terlibat dalam "pemutihan atau pembenaran genosida dan apartheid" harus dihentikan. Beberapa institusi yang jadi sasaran boikot ini antara lain Jerusalem Film Festival, Haifa International Film Festival, dan Docaviv.
Amerika Serikat dan Inggris telah menerbitkan larangan pemberian visa bagi pemukim Israel ekstrimis yang terlibat serangan terhadap warga Palestina di Tepi Barat. Tapi di luar sayap ekstrim, siapa pemukim yang telah disorot dunia internasional bahkan...
Terinspirasi Gerakan Anti Apartheid
Gerakan ini terinspirasi aksi serupa pada 1987 bernama "Filmmakers United Against Apartheid." Kala itu, sutradara Jonathan Demme dan Martin Scorsese memimpin 100 sineas lain untuk menolak distribusi film di Afrika Selatan yang saat itu menerapkan politik apartheid. Aksi bersejarah tersebut dianggap berhasil memberi tekanan internasional terhadap rezim apartheid pada masanya.
"Apa yang telah kita saksikan di Gaza selama dua tahun terakhir ini mengguncang nurani. Sebagai warga negara Yahudi-Amerika yang pajaknya secara langsung mendanai serangan Israel ke Gaza, saya merasa kita harus melakukan semua yang kita bisa untuk mengakhiri genosida," ujar Hannah Einbinder sebagai salah satu penanda tangan ikrar.
Tanggapan dari Asosiasi Produser Israel
Menanggapi gerakan boikot ini, Asosiasi Produser Film dan TV Israel merilis pernyataan balasan. Melansir dari Deadline, Senin (8/9/2025), yang mengutip The Guardian, mereka mengklaim bahwa para penanda tangan petisi tersebut “picik” dan telah "menargetkan orang yang salah."
Menurut mereka, seniman dan sineas Israel selama ini justru menjadi suara utama yang menampilkan kompleksitas konflik, termasuk narasi dari sisi Palestina. Asosiasi tersebut menegaskan bahwa mereka sering kerja sama dengan para sineas Palestina untuk menceritakan kisah bersama dan mempromosikan perdamaian. "Seruan boikot ini sangat keliru," ucap pihak Asosiasi Produser Film dan TV Israel.
"Kami menyerukan kepada komunitas internasional untuk mengakui komitmen kami terhadap dialog, perdamaian, dan menyuarakan pendapat semua pihak dalam konflik ini. Kisah-kisah kami alat untuk memahami dan menyembuhkan, dan kami akan terus menggunakannya untuk membantu mengakhiri kekerasan," tambah pernyataan mereka.
Isi Ikrar
Berikut isi ikrar yang ditandatangani pembuat film, aktor, institusi, dan pekerja industri film yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Sebagai pembuat film, aktor, pekerja industri film, dan lembaga-lembaga terkait, kami menyadari kekuatan sinema dalam membentuk persepsi. Di tengah krisis mendesak ini, di mana banyak pemerintah kami memfasilitasi kekejaman di Gaza, kami harus melakukan segala upaya untuk mengatasi keterlibatan dalam kekejaman yang tak henti-hentinya itu.
Mahkamah Internasional, pengadilan tertinggi di dunia, telah memutuskan bahwa ada risiko yang masuk akal akan genosida di Gaza, dan bahwa pendudukan Israel serta apartheid terhadap Palestina adalah ilegal. Berdiri untuk kesetaraan, keadilan, dan kebebasan bagi semua orang adalah kewajiban moral yang mendalam yang tidak dapat diabaikan siapa pun. Demikian pula, kita harus bersuara sekarang melawan penderitaan yang dialami rakyat Palestina.
Kami menanggapi seruan para pembuat film Palestina, yang mendesak industri film internasional untuk menolak diam, rasisme, dan dehumanisasi, serta untuk “melakukan segala upaya yang mungkin” untuk mengakhiri keterlibatan dalam penindasan mereka.
Terinspirasi Filmmakers United Against Apartheid yang menolak menayangkan film mereka di Afrika Selatan yang menerapkan apartheid, kami berjanji tidak akan menayangkan film, hadir di, atau bekerja sama dengan institusi film Israel—termasuk festival, bioskop, stasiun televisi, dan perusahaan produksi—yang terlibat* dalam genosida dan apartheid terhadap rakyat Palestina.
*) Contoh keterlibatan meliputi membenarkan atau membela genosida dan apartheid, serta/atau bekerja sama dengan pemerintah yang melakukannya.