
FAKULTAS Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara (Fikom Untar) menggelar Konferensi Nasional Komunikasi Humanis (KNKH) 2025 bertema “Komunikasi dan Kebudayaan di Era Akal Imitasi: Identitas, Kreativitas, dan Keberlanjutan”, Kamis (16/10) di Auditorium Kampus Untar, Jakarta.
Tema tersebut menegaskan urgensi komunikasi sebagai jembatan antara tradisi dan inovasi, teknologi dan kemanusiaan, lokal dan global, serta sebagai penggerak keberlanjutan budaya bangsa di tengah derasnya arus perubahan.
Dalam sambutan pembukaan KNKH 2025 Rektor Untar Prof. Dr. Amad Sudiro mengutarakan pengangkatan tema komunikasi dan budaya dalam KNKH tahun ini dapat memperluas wawasan khususnya mahasiswa, di tengah dinamika masyarakat yang terus berubah.
Sementara Dekan Fikom Untar Dr. Riris Loisa, M.Si. menekankan tema KNKH tahun ini lahir dari realitas yang tengah dialami bersama, di mana arus informasi dan budaya populer yang semakin masif menghadirkan tantangan tersendiri bagi manusia.
"Musik, film, dan konten digital kini tidak hanya menjadi ruang ekspresi juga berperan sebagai medium advokasi sosial," kata Riris yang juga jebolan komunikasi Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial Universitas Indonesia ( FISIP-UI).
Ketua Panitia KNKH 2025 Septia Winduwati, S.Sos., M.Si menambahkan pelaksanaan tahun inidiikuti lebih dari 300 peserta dari 15 universitas, termasuk partisipan internasional yang berasal dari Austria dan Korea Selatan. Melalui KNKH 2025, Fikom Untar menegaskan komitmennya untuk terus mendorong pengembangan komunikasi yang humanis, inovatif, dan beretika di tengah gempuran teknologi AI atau akal imitasi.
Peran Budaya
KNKH 2025 yang digelar bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan ( Kemenbud) ini menghadirkan dua pembicara utama, yaitu produser film Siera Tamihardja serta dosen Fikom Untar dan pengamat budaya, Gregorius Genep Sukendro. Kegiatan ini juga dimoderatori dosen Fikom Untar, Lydia Irena,yang memandu diskusi tentang budaya kini berperan sebagai sarana advokasi sosial dan politik identitas.
Siera memaparkan tentang perkembangan teknologi dan peran manusia. Ia mengingatkan penting bagi manusia untuk tetap terbuka terhadap perkembangan teknologi, sekaligus menumbuhkan pemahaman budaya, empati, dan berupaya menjadi manusia seutuhnya.
Sedangkan Gregorius Genep menegaskan pentingnya kesadaran akan nilai dan tujuan dalam berkarya. “Kita perlu memahami alasan sebelum memulai sesuatu. Dengan tahu alasannya, kita jadi sadar dan paham apa tujuan serta apa yang ingin dicapai”, tegasnya.
Konferensi yang diselenggarakan setiap tahun ini mengangkat pula isu keberlanjutan dan lingkungan hidup. Kegiatan ini juga menjadi ruang diskusi ilmiah dalam membahas kecerdasan buatan atau akal imitasi (AI6) memengaruhi dinamika komunikasi, budaya populer, dan identitas manusia di tengah era digital yang semakin cepat berubah.(H-2)