Liputan6.com, Jakarta Urusan royalti musik dan lagu bukan hanya melibatkan penyanyi beserta komposer atau musisi. Mal atau pusat belanja pun punya kepentingan saat kasus royalti musik dan lagu ramai dibahas publik beberapa pekan lalu.
Mengingat, di pusat belanja, musik tak hanya menjadi hiburan, tapi membangun atmosfer yang nyaman, memberi warna pada pengalaman berbelanja, dan membuat pengunjung betah nongkrong maupun melakukan kegiatan lain.
Belakangan bagi pemilik usaha, memutar musik kerap memicu kekhawatiran dan sejumlah pertanyaan. Apakah lagu yang diputar legal dan tak melanggar UU Hak Cipta? Bagaimana alur membayar royalti? Apakah pencipta lagu menerima haknya secara adil?
Lewat pernyataan tertulis yang diterima Showbiz Liputan6.com, Senin (29/9/2025), Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) dan Velodiva meneken perjanjian kerja sama strategis yang jadi tonggak sejarah bagi industri ekonomi kreatif Tanah Air.
Langkah penting ini disambut hangat banyak pihak salah satunya Ketua Umum Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (Gekrafs) Kawendra Lukistian, yang mengajak pemilik usaha tak perlu takut nyetel lagu di ruang publik. Sepeti apa?
Polemik royalti lagu yang masih terus bergulir. Tim Perumus Revisi Undang-Undang Hak Cipta dibentuk untuk menyelesaikan polemik royalti lagu, takut nyanyi dan putar lagu kena royalti, jangan takut lagi. DPR RI menjamin masyarakat tidak akan ditagih r...
Membangun Ekosistem Musik Berkelanjutan
Musik yang diputar di 400-an mal di Indonesia dikelola dengan teknologi karya anak bangsa dan tetap patuh pada Undang-Undang Hak Cipta. Ketua Umum APPBI, Alphonzus Widjaja, menegaskan kerja sama ini berdampak positif bagi seluruh pusat belanja di Indonesia.
“Dengan Velodiva, anggota APPBI bisa lebih tenang karena semua proses tercatat jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Ini praktik bisnis yang sehat, adil, dan membanggakan,” ujarnya. Ini bukan hanya soal teknologi, tapi membangun ekosistem musik berkelanjutan.
Jembatan Antara Pemilik Usaha dan Pencipta Lagu
CEO Velodiva, Vedy Eriyanto, menambahkan sistem ini menjembatani kepentingan pemilik usaha dan pencipta musik agar semua pihak diuntungkan. Dengan pencatatan otomatis dan laporan transparan, pemilik usaha dapat fokus berbisnis tanpa khawatir soal lisensi.
“Pencipta musik menerima hak dengan adil. Kami hadir sebagai jembatan antara pemilik usaha dan pencipta lagu. Musik di ruang publik kini tak lagi menimbulkan keraguan. Semua pihak diuntungkan: pengusaha tenang, pencipta musik terlindungi,” kata Vedy Eriyanto.
Pencipta Karya (Tetap) dihargai
Mengapresiasi langkah maju ini, Kawendra Lukistian mengingatkan Indonesia kaya akan karya seni, termasuk musik. Pemilik usaha tidak perlu takut memutarkan lagu di ruang publik. Dengan sistem transparan, royalti tercatat dan tersalurkan dengan jelas.
“Sehingga pencipta karya dihargai dan operasional usaha tetap aman. Dukungan Gekrafs memperkuat legitimasi kolaborasi ini dan mendorong sektor lain, seperti hotel, restoran, kafe, dan pusat hiburan, untuk mengadopsi standar yang sama,” urainya.