
KEHADIRAN Presiden Prabowo Subianto dalam parade militer besar yang digelar di Beijing, Rabu (3/9), menegaskan posisi strategis Indonesia di tengah rivalitas global antara Tiongkok, Amerika Serikat, dan kekuatan besar lainnya. Hal itu disampaikan pengamat Pengamat hubungan internasional Teuku Rezasyah.
Parade militer di Beijing turut dihadiri Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong-un. Menurut Rezasyah, kehadiran sejumlah pemimpin dunia menjadi pesan dari Beijing yang ingin menampilkan diri sebagai pendulum geopolitik dan pertahanan global.
"Ini menunjukkan bahwa Tiongkok berada di atas angin dengan siapa pun. Pesannya untuk Indonesia juga agar konsisten, berada di tengah-tengah dengan menghadapi Amerika Serikat, Tiongkok, atau siapa pun," kata Rezasyah ketika dihubungi, Rabu (3/9).
Secara geopolitik, Rezasyah menilai posisi Indonesia berada di tengah persaingan kekuatan global. Di satu sisi, Indonesia menjalin kemitraan strategis dengan AS dan di sisi lain juga mempererat hubungan dengan Tiongkok.
Hal itu, imbuhnya, memperlihatkan upaya konsisten Indonesia untuk menjaga keseimbangan, mengisi ruang kerja sama, sekaligus menjaga kredibilitas politik luar negeri bebas aktif yang menjadi pijakan utama diplomasi internasional.
Posisi bebas aktif Indonesia juga menjadi semakin penting di tengah dinamika kawasan Indo-Pasifik, termasuk dalam kerangka kerja sama ASEAN Outlook on Indo-Pacific yang digagas untuk menjaga stabilitas regional.
"Ini tantangan besar bagi Indonesia untuk mengedepankan prinsip bebas aktif. Kita di tengah-tengah tetapi juga harus berkualitas (kerja samanya)," ucap Rezasyah.
Parade militer tersebut turut memperlihatkan kekuatan industri pertahanan Tiongkok. Menurut Rezasyah, Tiongkok seakan mempromosikan diri sebagai produsen alat pertahanan setara dengan Amerika Serikat maupun Uni Eropa. (Dhk/M-3)