Pesantren dalam Denyut Perjalanan Bangsa

7 hours ago 7
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
MI/Seno MI/Seno(Dok. Pribadi)

PESANTREN telah sejak lama menyalakan lilin di lorong-lorong masa lalu. Kini, ia diharapkan terus memancarkan cahaya yang menerangi masa depan.

Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2025 resmi dibuka Menteri Agama pada 22 September, dengan puncak acara yang akan digelar pada 22 Oktober. HSN setiap tahun menjadi momen reflektif untuk meneguhkan kembali peran pesantren dalam perjalanan bangsa Indonesia. Pesantren, yang lekat dikenal sebagai tempat mempelajari ilmu agama, ialah juga lembaga sosiokultural yang membentuk karakter dan semangat kebangsaan.

Dari masa ke masa, pesantren kerap hadir sebagai arena dialektika antara agama dan budaya lokal, antara tradisi dan pembaruan. Di sana, nilai-nilai Islam diejawantahkan ke dalam praktik dan kebiasaan masyarakat. Dari sana pula, lahir sintesis atau perpaduan khas yang menjadikan Islam di kepulauan Nusantara terasa lebih ramah dan membumi.

Seiring dengan perubahan zaman, pesantren dihadapkan pada tantangan besar, yaitu bagaimana tetap menjaga autentisitas tradisi keislaman sembari merespons tuntutan modernisasi. Jika mencermati daya tahan serta inovasi pendidikan yang dijalankan pesantren sejauh ini, kita akan mendapati satu benang merah bahwa pesantren ialah warisan masa lalu yang juga menjadi penentu arah masa depan.

JEJAK SEJARAH

Pesantren mulai berkembang pada abad ke-16, seiring dengan awal penyebaran Islam di Nusantara (Dhofier, 1999). Namun, baru pada abad ke-18 pesantren dianggap proper atau lebih tertata (Bruinessen, 1994). Wali Songo, dengan strategi dakwah kultural, berperan penting dalam mendirikan pusat-pusat pendidikan agama yang kelak menjadi fondasi atau cikal bakal pesantren. Di sanalah santri belajar Al-Qur’an, fikih, hadis, dan bahasa Arab, sekalian menyerap nilai-nilai lokal yang dipadukan dengan ajaran Islam.

Sunan Kalijaga, misalnya, memanfaatkan wayang kulit untuk menyampaikan pesan moral islami. Ia menggunakan kearifan lokal agar pesan agama lebih mudah diterima masyarakat. Di lain tempat, Sunan Bonang menulis tembang (nyanyian daerah) dan sajak bernuansa dakwah. Pendekatan para wali itu menunjukkan prinsip yang kemudian menjadi ciri khas pesantren, yakni sebuah ruang perjumpaan tempat Islam diserap dan diwujudkan melalui bahasa, budaya, dan tradisi lokal.

Memasuki awal abad ke-20, pesantren tampil sebagai kekuatan perlawanan terhadap kolonialisme. Dua figur santri yang cukup berpengaruh antara lain Haji Ahmad Dahlan dan Syeikh Muhammad Hasyim Asy’ari. Ahmad Dahlan, misalnya, memperbarui sistem pendidikan dengan memasukkan metode dan mata pelajaran modern ala Eropa.

Dalam konteks itu, ia melakukan apa yang Homi Bhabha (1994) sebut sebagai colonial mimicry, ialah meniru model kolonial untuk menunjukkan kemampuan pribumi sekaligus menentang dominasi penjajah. Sementara itu, Hasyim Asy’ari menguatkan tradisi keislaman sebagai identitas pribumi seraya menyerukan Resolusi Jihad yang mendorong santri dan masyarakat ikut berperang mempertahankan kemerdekaan.

Dari poin itu, kita melihat keberadaan pesantren sebagai pilar kebangsaan. Ia bukan sekadar sentra pendidikan agama, melainkan juga institusi yang berperan penting dalam perubahan sosial dan politik. Dua figur di atas menghadirkan cara yang berbeda dalam merespons tantangan kolonialisme: menawarkan inovasi dan meneguhkan jati diri, di samping mobilisasi massa. Pesantren membuktikan dirinya sebagai kekuatan kolektif yang aktif membela kemerdekaan dan menjaga keberlangsungan bangsa.

Lebih jauh, figur seperti KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur memperlihatkan bagaimana tradisi pesantren melahirkan kepemimpinan nasional yang gigih menegakkan pluralisme, demokrasi, dan keadilan sosial. Alumni pesantren lainnya juga nguri-uri warisan tradisi ini ke dalam kepemimpinan yang terbuka dan tanggap terhadap realitas sosial melalui pendidikan, bimbingan spiritual, dan penguatan nilai-nilai kebangsaan.

MERAWAT TRADISI

Salah satu kekuatan pesantren terletak pada kemampuan mereka mempertahankan tradisi sambil tetap berinteraksi dengan dunia modern. Pesantren terutama ialah rumah bagi transmisi keilmuan klasik Islam melalui kitab kuning, sekaligus tempat meniti laku tarekat. Kitab kuning menjadi rujukan utama dalam memahami khazanah fikih, tafsir, dan teologi klasik, sedangkan tarekat mengasah dimensi spiritual melalui latihan zikir dan pembinaan moral.

Pesantren juga mentradisikan ritual, seperti zikir, ziarah, istigasah, berselawat, dan pengajian. Praktik itu bukan sekadar bentuk ibadah individual, melainkan juga sarana membangun kebersamaan dalam komunitas santri. Melalui ritual tersebut, hubungan batin antara santri, kiai, dan masyarakat terjalin semakin erat. Selain itu, amalan-amalan itu diyakini dapat membawa keberkahan, yang dapat memperkuat kontinuitas spiritual dan tradisi pesantren.

Menariknya, banyak pesantren yang tidak sekadar merawat tradisi. Pesantren Al-Hikam di Malang, umpamanya, menerapkan metode pengajaran yang menyerupai universitas dan berpengantar bahasa Arab dan Inggris, tetapi tetap mempertahankan kurikulum berbasis teks-teks klasik keislaman. Lukens-Bull (2001) mengiaskan kebijakan itu sebagai walking a thin line atau menapaki batas tipis, sebuah langkah yang ditempuh dengan penuh kehati-hatian. Hal itu menandakan menjaga tradisi tidak berarti menutup diri, tetapi membuka diri dengan tetap berakar pada nilai Islam.

Dalam konteks demokrasi, pesantren juga membuktikan diri mampu menginternalisasikan nilai-nilai kebangsaan. Meski lahir dari basis religius, banyak pesantren menolak ide negara Islam dan justru meneguhkan NKRI sebagai rumah bersama (Sirry, 2010). Dengan demikian, pesantren menjadi penyangga civil society yang menempatkan agama sebagai sumber etika publik, bukan alat politik kekuasaan. Pesantren Al-Muayyad Windan, contohnya, aktif mendorong resolusi konflik dan dialog antaragama (Pohl, 2006).

Meski begitu, tidak semua pesantren mengalami perkembangan ke arah yang sama. Sebagian masih mempertahankan pola pengajaran agama yang menitikberatkan pada pemahaman literal terhadap teks-teks klasik. Model itu menghasilkan tradisi keilmuan yang lebih berfokus pada pelestarian ortodoksi dan disiplin teks. Dalam sejarahnya, keberadaan pesantren jenis itu menunjukkan keragaman orientasi pendidikan pesantren dalam merespons dinamika di masyarakat.

TRANSFORMASI

Tidak bisa dimungkiri bahwa globalisasi dan perkembangan teknologi menuntut lembaga pendidikan Islam untuk terus berbenah, termasuk pesantren. Santri tidak lagi cukup hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga perlu bekal keilmuan dan keterampilan lain. Banyak pesantren kini membuka sekolah formal, perguruan tinggi, sampai program kewirausahaan. Beberapa pesantren malahan terlibat dalam mengembangkan ekopesantren, atau gerakan lingkungan berbasis tradisi pesantren.

Pesantren juga mafhum menjadi lingkungan multibahasa, dengan bahasa daerah, Indonesia, dan Arab digunakan secara fleksibel. Bahasa Inggris pun mulai diperkenalkan. Dalam hal itu, bahasa daerah tetap dipertahankan di lingkungan informal sebagai penguat identitas lokal, sementara bahasa Indonesia digunakan dalam pengajaran formal. Bahasa Arab menempati peran sentral dalam pengajaran literatur keislaman, sedangkan bahasa Inggris dihadirkan untuk mempersiapkan santri menghadapi dunia global.

Di sisi lain, reformasi tata kelola juga berlangsung. Jika dulu kiai menjadi otoritas tunggal, kini banyak pesantren mengadopsi pola kepemimpinan partisipatif dengan melibatkan alumni, orangtua, dan pakar pendidikan (Lukens-Bull, 2019). Perubahan itu memungkinkan manajemen atau pengelolaan pesantren yang lebih modern, transparan, dan adaptif terhadap tuntutan zaman.

Teknologi digital turut mengubah wajah pesantren. Pengajian kitab kini banyak yang disiarkan melalui Youtube, komunikasi antarsantri dan alumni difasilitasi lewat media sosial. Meski ada keterbatasan akses di wilayah perdesaan, langkah itu cukup membuktikan bahwa pesantren tidak gagap teknologi. Pesantren telah bergerak dinamis sesuai dengan kebutuhan zaman dan kemampuan masing-masing dalam meresponsnya.

Tentu, modernisasi yang memasuki dunia pesantren itu menghadirkan tantangan. Intervensi negara melalui UU Sistem Pendidikan Nasional dan UU Pesantren 2019 membawa konsekuensi. Di satu sisi, pesantren mendapat pengakuan dan dukungan, seperti pendanaan dan program pelatihan. Di sisi lain, muncul kekhawatiran akan berkurangnya otonomi. Karena itu, pesantren perlu bijak menyeimbangkan antara mempertahankan identitas mereka ser...

Read Entire Article