Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan pemerintah telah menerima permohonan untuk memulangkan WNI narapidana kasus terorisme di Filipina, Taufik Rifki.
Yusril menyebut, permohonan tersebut disampaikan langsung oleh keluarga Taufik kepada pemerintah Indonesia.
"Seorang WNI, yang dipidana seumur hidup oleh pemerintah Filipina, karena kasus pemboman beberapa hotel di Cotabato di Filipina Selatan. Itu kejahatannya terorisme. Itu pun sedang kita pelajari juga," ujar Yusril kepada wartawan di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (19/8).
"Namanya Taufik kalau enggak salah. Itu keluarganya meminta kepada pemerintah Indonesia untuk dibantu supaya dia dipulangkan ke sini. Tapi nanti kalau itu diajukan kepada pemerintah Filipina, yang mengajukan pemerintah, bukan keluarganya," ungkap dia.
Yusril menjelaskan, pihaknya telah meminta kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk mempelajari kasus tersebut. Sejauh ini, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Kedubes RI di Manila.
"Anak itu, sudah di Filipina itu, sudah dipenjara, sudah 25 tahun. Dia waktu ditangkap masih berumur sekitar 20 tahun, terlibat pengeboman, dan dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Mahkamah Agung Filipina, sudah minta grasi, ditolak," kata dia.
"Dan keluarganya sekarang meminta supaya dia dikembalikan dan kami sedang mempelajari itu," imbuhnya.
Menurut Yusril, penilaian dari BNPT penting untuk memberikan masukan terhadap permohonan tersebut. Apalagi, kata dia, BNPT sejauh ini sudah melakukan upaya untuk mengurangi kejahatan terorisme.
"Nah hal-hal seperti ini juga menjadi bahan pertimbangan pemerintah, apakah memang terhadap narapidana teroris yang ditahan di luar negeri dan masih warga negara Indonesia itu akan dikembalikan atau tidak, itu kami belum mengambil keputusan," paparnya.
Lebih lanjut, Yusril menuturkan bahwa permohonan perpindahan Taufik ke Indonesia dipelajari lantaran statusnya yang masih tercatat sebagai WNI.
Yusril pun membandingkan hal tersebut berbeda dengan kondisi yang dialami napi teror bom Bali 2002, Hambali.
"Karena yang di Filipina itu, ditangkap, dia warga negara Indonesia, paspor Indonesia. Sampai hari ini pun kedutaan kita melakukan kunjungan diplomatik kepada yang bersangkutan di penjara, di Kota Manila," terang Yusril.
"Beda dengan Hambali yang sama sekali tidak ada akses dari perwakilan kita di Amerika Serikat untuk menghubungi yang bersangkutan, yang kita tahu ketika ditangkap, dia [Hambali] menggunakan paspor Spanyol dan Thailand pada waktu itu," pungkasnya.