Liputan6.com, Jakarta Denzel Dumfries menutup musim 2024/25 dengan cara yang sulit dilupakan. Bek sayap asal Belanda itu menjadi salah satu pilar penting Inter Milan yang melaju hingga final Liga Champions. Di tengah barisan bintang dunia, ia tidak pernah membayangkan namanya akan ikut bersaing dalam daftar kandidat Ballon d'Or.
Namun, itulah yang terjadi. Penampilannya yang konsisten, eksplosif, dan penuh determinasi membuatnya mendapat tempat di antara tiga puluh pemain terbaik dunia. Ketika hasil peringkat diumumkan, Dumfries terkejut bukan main — ia finis di posisi ke-25, bahkan lebih tinggi dari Erling Haaland, bomber tajam milik Manchester City.
Pencapaian itu membuatnya merenung panjang. Dumfries sadar, perjalanan kariernya penuh pasang surut sebelum akhirnya mencapai titik ini. “Ketika saya memikirkannya lagi setelah acara Ballon d’Or, saya merasa bangga pada diri saya sendiri,” ujarnya. “Saya lalu berpikir, ‘kerja bagus, Denzel.’”
Ia juga mengingat pelajaran penting dari pelatih Alex Pastoor. “Anda harus menikmati momen, menyadari di mana Anda berada, dan bangga akan hal itu,” katanya. “Terkadang sulit, karena Anda sibuk dengan banyak hal sampai lupa melihat dari mana Anda berasal.”
Kejutan di Antara Para Bintang Dunia
Bagi Dumfries, malam Ballon d'Or bukan sekadar seremoni, melainkan pengalaman yang tak ternilai. “Rasanya istimewa bisa mengalaminya di antara semua pemain kelas dunia,” tuturnya kepada De Volkskrant. “Sebuah kehormatan bisa berada di tiga puluh besar dunia.”
Dumfries tampil elegan malam itu, mengenakan setelan rapi yang memancarkan rasa percaya diri. “Saya mendapat banyak pujian. Wow, saya finis di atas Haaland dalam peringkat,” katanya sambil tersenyum. “Itu puncak dari musim yang indah.”
Pernyataan itu bukan tanpa alasan. Musim lalu, Dumfries tampil mengesankan terutama di semifinal Liga Champions melawan Barcelona. Ia menjadi momok di sisi kanan, mencetak dua gol dan berperan besar membawa Inter menembus final. Penampilan tersebut memperkuat posisinya sebagai salah satu bek sayap top Eropa dan memperluas pengakuan atas kontribusinya bagi Nerazzurri.
Luka Final dan Pelajaran dari Kekalahan
Meski musimnya penuh prestasi, ada satu momen pahit yang masih membekas dalam ingatan Dumfries: kekalahan 0-5 di final Liga Champions dari PSG. Ia tidak menutupi rasa kecewa itu. “Kalah di final Liga Champions seperti itu,” katanya, “jangan tulis kata ini, tulis ‘mengerikan.’”
Inter memang kembali gagal setelah dua kali mencapai final dalam tiga tahun terakhir. Namun, bagi Dumfries, ada kebanggaan yang tidak bisa dihapus oleh hasil akhir. “Terkadang saya mencoba memperluas sudut pandang saya dan berpikir, ‘Denzel, kamu seharusnya bangga,’” ujarnya menutup pembicaraan.
Musim 2024/25 akan tetap menjadi tonggak penting dalam karier Denzel Dumfries — bukan hanya karena trofi yang luput diraih, tetapi karena pengakuan dunia yang akhirnya datang, dengan satu kalimat yang menggambarkan semuanya, “Wow, saya finis di atas Haaland.”
Sumber: VoetbalPrimeur, Sempre Inter