Liputan6.com, Jakarta ASEAN for the Peoples Conference (AFPC) digelar pada 4-5 Oktober 2025 oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI).
Acara ini juga secara resmi diliput banyak sekali media massa, salah satunya adalah Liputan6.com. Peserta yang hadir sampai lebih dari 6 ribu orang dan melibatkan sekitar 120 civil society organization dari berbagai negara ASEAN. Terlihat dari stand-stand yang penuh di seputar Grand Ballroom Hotel Sultan Jakarta.
Acara meriah sekali dan senang melihat mahasiswa kita dan generasi muda berbagai negara ASEAN dengan berbagai aktivitasnya.
Dari 24 sesi yang ada salah satunya tentang kesehatan yang berjudul Closing the Gaps: How to Achieve a Robust Health System Throughout Southeast Asia. Saya menjadi panelis di sesi ini bersama pakar dari Vietnam, Singapura dan Myanmar beserta empat orang pembahas dari Filipina. Laos, ASEAN Biological Threats Surveillance Centre (ABVC) dan Family Health Internasional (FHI 360). Jadi, benar-benar dari dan untuk ASEAN.
Saya membahas dua topik yakni One Health dan pandemi. Ada lima hal yang saya sampaikan dalam kesempatan ini.
Pertama, One Health yang istilah Indonesianya adalah Satu Kesehatan adalah konsep yang amat penting yang merupakan kerja bersama kesehatan manusia, kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan. Di mana di dalamnya juga ada aspek pertanian serta juga keamanan pangan.
Jadi, kalau ada anak keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) sekarang ini, ada aspek ayam yang mungkin sudah tidak segar lagi, ada aspek nasi (tentu dari beras) mungkin sudah basi, dan juga ada aspek lingkungan berupa higiene dan sanitasi.
Dunia Termasuk ASEAN Selama Ini Tidak Siap Hadapi Pandemi
Hal kedua yang saya sampaikan tentang One Health adalah ASEAN sudah memiliki Deklarasi Kepala Negara ASEAN tentang implementasi One Health. Deklarasi ini dikeluarkan waktu Indonesia memegang Keketuaan ASEAN di tahun 2023.
Hal ketiga, saya sampaikan tentang pentingnya implementasi langsung di lapangan yang bersifat multi-sektor. Tentu Deklarasi Kepala Negara adalah amat penting, tapi yang lebih penting juga adalah bagaimana implementasi nyatanya di lapangan di negara-negara ASEAN demi mewujudkan kesehatan masyarakat di kawasan kita.
Kemudian saya sampaikan hal keempat dimana dunia (dan juga ASEAN) selama ini tidak siap menghadapi pandemi. Saya adalah anggota Reviu WHO untuk pandemi H1N1 tahun 2009. Dan ketika itu tim kami sampai pada kesimpulan bahwa dunia tidak siap, terminologinya adalah “the world is ill-prepared”.
Lalu, waktu COVID-19, dunia kembali tidak siap sebagai kesimpulan Tim Reviu pandemi COVID-19, yang menyebutnya sebagai “the world was not-prepared”.
Jadi, dunia (termasuk ASEAN) sudah jatuh dua kali dalam lubang yang sama, jangan sampai jatuh ke tiga kalinya.
Kesiapan ASEAN Hadapi Pandemi Selanjutnya
Hal kelima yang saya sampaikan bahwa di ASEAN sudah dibentuk ASEAN Center for Public Health Emergencies and Emerging Diseases (ACPHEED). Di dalamnya meliputi tiga kegiatan dengan koordinasi tiga negara yaitu Vietnam (“Prevention and Preparedness”), Indonesia (“Detection and Risk Assesment”), dan Thailand (“Respons”).
Tiga kegiatan itu adalah pilar penting untuk kesiapan kawasan ASEAN menghadapi kemungkinan pandemi. Saya sampaikan bahwa ketiga kegiatan itu harus mulai dilaksanakan dengan seksama.
** Penulis adalah Direktur Pascasarjana Universitas YARSI/Adjunct Professor Griffith University, Penerima Rekor MURI April 2024, Penerima Penghargaan Paramakarya Paramahusada 2024 Persatuan Rumah Sakit se-Indonesia dan Penerima Penghargaan Achmad Bakrie XXI 2025