Jakarta (ANTARA) - Kepala Departemen Pengawasan Inovasi Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (IAKD) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dino Milano Siregar menegaskan bahwa pengawasan efektif terhadap aset kripto memerlukan kolaborasi antara lembaga domestik dan internasional.
“Aset kripto bersifat borderless, jadi tidak mengenal batas. Karena itu pengawasan efektif tidak bisa dilakukan sendirian, diperlukan kolaborasi antar lembaga domestik maupun internasional,” katanya di Jakarta, Rabu.
Dalam agenda Diseminasi Kajian Kontribusi Ekonomi Kripto terhadap Perekonomian Indonesia yang diadakan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Dino Milano mengatakan, di dalam negeri OJK menertibkan entitas tak berizin melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI).
Selain itu OJK juga mengatasi penyelewengan dalam praktik perusahaan-perusahaan digital yang legal maupun ilegal melalui Indonesia Anti-Scam Centre (IASC).
Baca juga: Harga Bitcoin tembus Rp2 miliar, pelaku sebut pasar kripto bergairah
Kolaborasi dilakukan antara lain bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), para penegak hukum, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), hingga Bank Indonesia (BI), untuk meningkatkan transaksi digital di Tanah Air.
Di tingkat global, lanjutnya, OJK juga berkolaborasi bersama sejumlah otoritas pengawasan di dunia, seperti United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), dan berbagai regulator di luar negeri yang memiliki platform berbeda atau sejenis dengan Indonesia.
Walaupun hanya Indonesia yang menggunakan konsep Self-Regulatory Organization (SRO) terhadap kripto di dunia, tetapi tetap perlu dikoneksikan dengan berbagai pengaturan berbeda-beda di negara-negara lain supaya kerja sama antara para pedagang di Tanah Air dan global bisa tetap berlangsung tanpa memperhitungkan yurisdiksi masing-masing.
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Zaenal Abidin
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.