Jakarta (ANTARA) - Perusahaan manajer investasi Allianz Global Investors (AllianzGI) merekomendasikan investor untuk menerapkan strategi investasi aktif mengingat dinamika pasar global yang makin terfragmentasi.
Tim Chief Investment Officer (CIO) AllianzGI, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, menyatakan tahun 2025 terbagi menjadi dua fase berbeda.
Setelah gejolak awal yang terjadi akibat "Liberation Day", pasar mulai menerima realitas baru yang ditandai dengan berkurangnya visibilitas politik dan ekonomi.
"Situasi yang terus berubah ini perlu dihadapi dengan hati-hati, tetapi juga menghadirkan peluang bagi investor yang menerapkan strategi aktif," ujar Tim CIO AllianzGI.
AllianzGI memperingatkan adanya risiko stagflasi di Amerika Serikat, yang mana inflasi berpotensi naik akibat tarif impor, sementara pertumbuhan ekonomi melemah.
Meski Federal Reserve diperkirakan memangkas suku bunga hingga level 3,5 persen pada pertengahan 2026, AllianzGI menilai pasar tetap rentan terhadap guncangan politik maupun kebijakan fiskal.
Di Eropa, prospek relatif lebih positif. Inflasi yang terkendali memberi ruang bagi Jerman untuk meningkatkan belanja pemerintah mulai 2026, sementara Bank Sentral Eropa diprediksi memangkas suku bunga 25 basis poin pada akhir tahun ini. Namun, menurut AllianzGI, ketidakpastian politik di Prancis tetap menjadi risiko.
Sementara, di Asia, pertumbuhan China diperkirakan melambat, meski langkah stimulus tambahan diharapkan bisa meredam dampak terburuk. Di Jepang, bank sentral diperkirakan akan menurunkan suku bunga, namun AllianzGI melihat penurunan tersebut kemungkinan akan tertunda.
Dari sisi kelas aset ekuitas, AllianzGI berpendapat Jepang dan Inggris menjadi yang paling undervalued. Sektor-sektor di Eropa, terutama perusahaan industri strategis dan pertahanan, dinilai menjanjikan.
Di Amerika Serikat, saham berkapitalisasi kecil mendapat dukungan tren onshoring dan suku bunga yang menurun. Asia tetap menjadi pusat inovasi, dengan China memimpin dalam kecerdasan buatan (AI) dan India menunjukkan ketahanan terhadap tekanan tarif.
Pada instrumen pendapatan tetap, AllianzGI melihat peluang muncul pada obligasi berdurasi panjang jika perlambatan ekonomi semakin nyata. Di samping itu, utang pasar negara berkembang berpotensi mendapat keuntungan dari imbal hasil carry yang menarik serta pelemahan dolar AS, terutama pada obligasi lokal di negara-negara seperti Brasil, Afrika Selatan, dan Peru.
Di Amerika Serikat, instrumen TIPS atau Treasury Inflation-Protected Securities masih relevan sebagai proteksi terhadap risiko inflasi.
Selain itu, AllianzGI memperkirakan dolar AS akan melemah, dengan euro dan won Korea berpotensi menguat. Pasar ekuitas negara yang sedang berkembang dapat diuntungkan oleh melemahnya dolar, peningkatan pendapatan perusahaan, kondisi underallocation dari para investor, dan momentum harga yang kuat. Emas tetap dianggap sebagai aset lindung nilai utama di tengah volatilitas pasar.
Mempertimbangkan seluruh kondisi itu, AllianzGI berpandangan diversifikasi portofolio menjadi sangat penting, termasuk di semua rangkaian aset yang lebih luas.
"Seiring dengan makin banyaknya negara yang menerapkan kebijakan moneter dan fiskal yang berbeda satu sama lain, gambaran investasi global pun menjadi makin terfragmentasi. Imbal hasil bergerak dalam tingkat yang berbeda-beda secara global, yang menekankan perlunya portofolio obligasi yang terdiversifikasi," jelas Tim CIO AllianzGI.
Baca juga: AllianzGI hadirkan produk reksa dana khusus klien Standard Chartered
Baca juga: Allianz Partners Tunjuk Dominic Gantner sebagai Managing Director, Greater Southeast Asia
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.