
PUSAT Studi Islam, Perempuan dan Pembangunan (PSIPP) ITBAD Jakarta berkolaborasi dengan Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Sulawesi Selatan menggelar bedah buku berjudul “Zakat bagi Korban Kekerasan Perempuan dan Anak”, Jumat (29/8/2025). Acara ini menjadi ruang dialog penting bagi akademisi, praktisi zakat, dan pemerintah daerah dalam mencari solusi komprehensif bagi korban kekerasan seksual (KS) yang kerap menghadapi jalan terjal dalam akses keadilan maupun pemulihan.
Penulis buku sekaligus Ketua PSIPP ITBAD, Yulianti Muthmainnah, mengungkapkan bahwa karya ini lahir dari pergulatan panjangnya selama lebih dari dua dekade menggeluti isu kekerasan seksual. Ia menemukan bahwa korban kerap mengalami kesulitan dalam memperoleh akses keadilan di pengadilan. Tidak jarang ada kasus yang justru dikembalikan, bahkan membuat para pendamping merasa putus asa. Dari pengalaman itu, ia kemudian merenungkan apa yang bisa ditawarkan Islam sebagai solusi, dan jawabannya adalah zakat.
“Buku ini merupakan pergolakan pemikiran saya selama menggeluti isu KS. Penelitian sejak 2003 memperlihatkan betapa sulitnya korban mendapat akses pengadilan. Ada yang kasusnya dikembalikan, bahkan ada pendamping yang hampir menyerah. Dari situ, saya berpikir: apa yang bisa ditawarkan Islam? Jawabannya adalah zakat,” ujarnya di Gedung Serbaguna Aisyiyah Makassar.
Ia menegaskan bahwa penyaluran zakat kepada korban kekerasan seksual pada hakikatnya merupakan bentuk nyata pembelaan terhadap kemanusiaan.
“Ketika kita memberikan zakat untuk korban KS, sejatinya kita sedang membela kemanusiaan,” tegas Yulianti.
Bedah buku ini juga menghadirkan Ketua BAZNAS Kabupaten Gowa, Abbas Alaudin, yang menekankan pentingnya memperkuat dasar syar’i dalam wacana zakat untuk korban kekerasan.
“Buku ini sangat bagus isinya dan perlu didiskusikan. UU 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat pasal 25 jelas menyebutkan bahwa pendistribusian zakat harus sesuai syariat Islam. Rujukannya adalah surah At-Taubah ayat 60. Karena itu, gagasan ini relevan untuk dibicarakan lebih luas,” jelas Abbas.
“Kami bangga dengan kehadiran buku ini dan berharap pimpinan-pimpinan BAZNAS di seluruh Indonesia dapat memberi respons positif,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas DPPPA-KB Dalduk Pemprov Sulsel, Hj. Andi Mirna, menyoroti realitas di lapangan bahwa kasus kekerasan seksual masih sangat tinggi, sementara anggaran pemerintah terbatas.
“Hampir setiap hari kasus-kasus KS masuk ke DP3A. Pemerintah punya keterbatasan anggaran. Kalau dana zakat bisa disalurkan untuk korban KS, ini tentu langkah luar biasa. Terima kasih atas inisiatif yang sudah sama-sama bergerak untuk mengatasi persoalan ini,” kata Mirna.
“Saya rasa gagasan ini bisa dibawa ke tingkat nasional, misalnya melalui Kemenag atau SKB lintas kementerian, agar zakat benar-benar menjadi instrumen pemulihan korban,” pungkasnya.
Kegiatan yang didukung Unilever Indonesia ini tidak hanya menjadi forum akademis, tetapi juga meneguhkan bahwa zakat dapat menjadi instrumen sosial-ekonomi yang relevan menjawab tantangan kemanusiaan kontemporer, khususnya dalam melindungi perempuan dan anak dari dampak kekerasan. (I-3)