Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) mencatat tingkat konversi valuta asing ke rupiah dari devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) yang masuk ke sistem keuangan mencapai hampir 80 persen sejak diberlakukannya PP Nomor 8 Tahun 2025.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menyebutkan kinerja ekspor beberapa bulan terakhir membaik dengan aliran devisa yang besar. Penerapan PP No. 8/2025 memungkinkan eksportir mengonversi valuta asing (valas) ke rupiah sesuai kebutuhan.
“Convertion rate-nya mereka itu sekarang sudah mencapai 79,9 persen. Jadi, hampir 80 persen dari net export (DHE yang diterima eksportir, red.) ataupun dari ekspor yang mereka terima itu mereka konversikan ke rupiah,” kata Destry menjawab pertanyaan media dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulan Agustus 2025 secara daring di Jakarta, Rabu.
Bank Indonesia mencatat suplai valas di pasar meningkat seiring tingginya kebutuhan rupiah oleh korporasi, khususnya perusahaan komoditas. Sekitar 70-80 persen perusahaan pertambangan melakukan konversi valas untuk operasional domestik.
“Kita coba tanya ke mereka seberapa jauh kebutuhan mereka untuk rupiah. Jadi ternyata mayoritas perusahaan-perusahaan komoditas itu memang sangat membutuhkan rupiah untuk operasional mereka di sini,” kata Destry.
Kemudian, ia menambahkan bahwa prospek ekspor ke depan tetap positif meski terdapat kebijakan tarif resiprokal AS sebesar 19 persen terhadap produk Indonesia. Menurutnya, level tarif ini masih kompetitif dibandingkan negara lain.
Destry menyebutkan bahwa suplai valas meningkat, tercermin dari transaksi harian di pasar domestik yang kini mencapai 9-10 miliar dolar AS, mencakup transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta transaksi TOD (today) dan TOM (tomorrow).
Selain itu, aliran valas juga bertambah melalui instrumen Sekuritas Pengelolaan Devisa Indonesia (SPDI), dengan outstanding yang telah menembus 4,6 miliar dolar AS. Destry menilai perkembangan ini positif karena dapat memperkuat cadangan devisa.
Adapun Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam mulai berlaku pada 1 Maret 2025.
Peraturan tersebut menetapkan bahwa eksportir di sektor pertambangan (kecuali minyak dan gas bumi), perkebunan, kehutanan, dan perikanan wajib menempatkan 100 persen DHE SDA dalam sistem keuangan nasional selama 12 bulan dalam rekening khusus di bank nasional.
Sebelumnya pada RDG Bulan Juni 2025, Bank Indonesia mencatat DHE SDA yang masuk ke rekening khusus (reksus) mencapai 22,9 miliar dolar AS pada periode Maret-April 2025.
Dari jumlah itu, 14,4 miliar dolar AS telah digunakan eksportir, dengan 12 miliar dolar AS di antaranya dikonversi ke rupiah.
Baca juga: Tantangan ekonomi global hambat pembayaran devisa hasil ekspor
Baca juga: BI terbitkan PBI tentang DHE yang berlaku efektif pada 1 Maret 2025
Baca juga: BI beri sinyal pemangkasan BI-Rate lanjutan usai dipangkas empat kali
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.