Liputan6.com, Jakarta Hingga Mei 2025, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat lebih dari 56.000 kasus demam berdarah dengue (DBD) dan 250 kematian.
Di Tasikmalaya, tercatat 607 orang positif DBD sepanjang Januari-September. Lalu, di RSUD Kota Batam mencatat 79 kasus selama tahun 2025.
Ini menunjukkan bahwa DBD masih menjadi momok di berbagai wilayah Indonesia. Meski penyakit ini telah lama dikenal, kasusnya belum juga surut, bahkan terus menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat.
Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. dr. Eggi Arguni, M.Sc., Ph.D., Sp.A(K)., menjelaskan bahwa kelompok usia anak masih menjadi kelompok paling rentan terhadap infeksi dengue.
“Kasus terbanyak di Indonesia masih didominasi oleh usia anak, terutama di bawah 10 tahun,” ujar Eggi, Senin (6/10/2025).
Menurutnya, peningkatan jumlah pasien demam berdarah ini disebabkan oleh dua faktor utama yaitu sistem kekebalan tubuh anak yang belum sempurna, serta tingginya kemungkinan paparan di lingkungan sekolah dan rumah. Selain itu, ia juga mengatakan bayi rentan terkena DBD karena adanya antibodi dari ibu yang bisa menyebabkan reaksi lebih berat saat terinfeksi virus dengue.
Eggi memberi catatan, kasus DBD kini sudah merata di seluruh Indonesia. Namun, tingkat endemisitas tinggi terutama ditemukan di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, Makassar, dan Medan. Faktornya karena kepadatan penduduk dan kondisi lingkungan yang mendukung berkembangnya nyamuk Aedes aegypti.
Kasus DBD di RSUD Tamansari, Jakarta Barat mengalami lonjakan hingga dua kali lipat. Dari data terbaru, tercatat ada 100 pasien dengan gejala DBD yang menjalani perawatan intensif.