
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengaku telah mengumpulkan hampir Rp 7 triliun dari para wajib pajak yang sebelumnya menunggak atau melakukan pelanggaran pajak. Uang tersebut merupakan bagian dari total potensi penerimaan sebesar Rp 60 triliun yang tengah dikejar oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
“Sekarang hampir Rp 7 triliun. Tapi kan pembayarannya kayaknya ada yang bertahap,” ujar Purbaya di Hotel Shangrila Jakarta, Rabu (8/10).
Ia menegaskan, proses pembayaran tunggakan pajak masih berlangsung secara bertahap dan terus dimonitor oleh Kementerian Keuangan. Menurutnya, komunikasi intensif dilakukan dengan jajaran Ditjen Pajak agar penagihan dapat berjalan sesuai rencana.
“Saya akan monitor lagi secepat apa. Saya harus bicara dulu dengan Dirjen Pajak saya. Tapi saya harapkan sih kebagian besar sudah masuk menjelang akhir tahun,” ucapnya.
Langkah penagihan pajak ini menjadi bagian dari upaya Purbaya memperkuat penerimaan negara tanpa harus mengandalkan utang baru. Ia menyebut, pemerintah saat ini memiliki cadangan kas yang cukup besar untuk menopang belanja negara.
“Yang saya punya di bank sentral masih ada Rp 270 triliun. Jadi saya punya Rp 470 triliun cash sebetulnya,” kata dia.
Menurut Purbaya, sebagian dari dana tersebut memang belum digunakan dan disimpan sementara di sejumlah bank, termasuk bank daerah seperti Bank DKI dan Bank Jatim. Ia mengatakan sedang berdiskusi dengan pihak bank untuk menyalurkan dana pemerintah secara hati-hati, dengan mempertimbangkan kapasitas penerimaan dan risiko masing-masing lembaga.
“Jadi, kita lagi diskusi dengan mereka. Mereka bisa terima berapa sih,” tutur Purbaya.
Penempatan dana di perbankan daerah, lanjutnya, bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah. Dengan menyalurkan sebagian dana ke Bank Jatim dan Bank DKI, diharapkan perputaran uang di daerah meningkat dan mendorong pemerataan ekonomi.
“Kita akan menciptakan pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih merata. Saya coba dua dulu itu karena backing-nya kuat,” ucapnya.